Perjalanan kali ini adalah perjalanan yang tertunda sebelumnya.
Jadi tahun lalu ketika saya ada tugas ke Pertamina Dumai, saya sudah mempersiapkan diri untuk berangkat ke Malaka. Kebetulan waktu itu saya mengerjakan project bersama orang Singapura. Rencananya ketika dia balik ke SG akan pakai boat ke amlaka kemudian naik bis ke SG. Saya sudah membeli tiket ferry ke Malaka sehari sebelumnya. Namun takdir berkata lain, saya sakit. Hahaha. Akhirnya perjalanannya dibatalkan. Saya demam dan batuk parah, untungnya bukan Covid. Saya mehabiskan weekend di hotel.
Tahun ini saya mendapat kesempatan kembali mengejakan project di tempat yang sama. Sebenarnya kali ini saya tidak terlalu berminat melanjutkan perjalanan yang tertunda sebelumnya, tapi saya tetap membawa passport dari Jakarta. Kebetulan jadwal projectnya bretepatan dengan pekan suci buat umat Katolik. Minggu Palma saya rayakan di Gereja Dumai. Namun karena perayaannya tidak semeriah di Jakarta, saya kemudian memutuskan untuk ke Malaka saja. Disana ada beberapa Gereja Katolik setelah saya browsing.
Dan ternyata ini adalah keputusan yang TEPAT.
Hari Kamis saya diantarkan rekan saya untuk membeli tiket di agen ferry. Saya mengambil tiket PP untuk berangkat Jumat dan balik hari Minggu. Total harganya sekitar 1 juta. Saya membeli tiket VIP dengan tambahan 50 ribu per perjalanan. Kemudian saya menukar uang sekitar 500 ribu ke ringgit malaysia. Sorenya saya masih merayakan Kamis Putih di Dumai. Jadi rencananya saya mengikuti misa Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Paskah di Malaka.
Hari Jumat pagi, teman saya sudah datang menjeput di hotel kemudian saya diantar ke pelabuhan. Letaknya tidak terlalu jauh dari Hotel. Pelabuhannya tidak terlalu besar, namun bangunannya rapih dan bersih. Pelabuhan ini melayani beberapa tujuan, salahsatunya Malaka. Kita harus melewati imigrasi. Saya sempat ditanyai asalnya dari mana. Makale itu dimana? Kok KTP Jakarta tapi berangkat dari Dumai? Tujuannya apa? dan sebagainya. Namun semua berjalan lancar.
Ferry yang saya pakai adalah Indomal. Ferrynya besar dan bersih. Penumpang VIP diberikan tempat duduk di lantai 2. Ada akses ke deck luar. Kami diberikan snack dan juga minuman. Stelah semua penumpang naik, ferry pun berangkat.
Sepanjang perjalanan, saya banyak menghabiskan waktu di deck luar. Kita bisa merasakan sinar matahari dan juga angin. Melihat lautan luas yang berwarna biru dengan lagit yang cerah. I love it!!! Pengalaman yang sudah lama saya tidak rasakan, berada di tengah-tengah laut. Saya tidak sendirian, ada bule dan beberapa turis asing juga yang menikmati pemandangan diluar. Saya sempat memberanikan diri untuk meminta tolong mengambil photo saya. Sayang jika tidak diabadikan.
Perjalanan memakan waktu sekitar 2-3 jam. Sesampai di pelabuhan Malaka, saya langsung menuju Imigrasi dan keluar ke lobby. Saya memesan grab menuju ke hotel yang sudah saya pesan melalui Traveloka. First impression, Malaka ternyata murah. Grab aja tidak semahal di Jakarta. Hahaha.
HOtel yang saya pesan adalah Mio HOtel. Saya hanya membayar kurang dari 500 ribu selama 3 hari 2 malam. Sangat worth it. Saya merekomendasikan hotel ini jika teman kesana. *Btw terakhir teman saya kesana harganya sudah balik normal, 500 ribuan per malam. Hahaha. Kamarnya lengkap, kamar mandi luas, bersih, dekat mall.
Setelah bersih-bersih, saya kemudian menuju gereja yang dekat dengan hotel. Cukup jalan kaki selama 3-5 menit walaupun cuaca saat itu sangat terik. Gerejanya bergaya Portugis, ini berhubungan dengan sejarah kolonial di Malaka bertahun-tahun sebelumnya. Umat di gereja ini kebanyakan keturunan India dan China. Karena saya ‘telat’ datang, saya tidak bisa masuk di gereja, jadi harus mengikuti misa di gedung Aula. Ternyata prosesinya sangat lama, mengikuti tradisi di Portugis, Semana Santa. *Sampai jam 7 malam masih belum selesai karena masih ada perarakan keliling kota. Saya sudah ikut selama 4 jam, akhirnya saya balik ke hotel. Sebelumnya saya makan malam di KFC.
Hari Sabtu pagi saya sudah merencanakan untuk lari pagi. Saya mengecek rute menuju pinggiran sungai malaka. Ternyata banyak juga orang yang lari pagi walaupun waktu itu sedang bulan puasa. Saya suka trek di pinggir suangai ini karena jalurnya rapih, bersih, dan panjang. Saya menyempatkan diri untuk mengambil beberapa foto. Setelah mengikuti jalur suangi, saya kemudian menuju kota tua. Saya sangat senang karena akses saat itu sangat sepi. Tidak banyak turis karena masih pagi. Hanya ada beberapa gerombolan turis dari China. Saya mengunjungi St Paul Church, kemudian melihat-lihat penjelasan sejarah, ada patung St Fransikus Xaverius juga. Sejarah Malaka ini unik juga, diperebutkan oleh beberapa negara, mulai dari Portugis, Belanda, dan Inggris.
Setelah puas mengambil foto, saya bergegas untuk kembali ke hotel. Jarak ke hotel bisa ditempuh dengan jalan kaki. Di dekat hotel ada semcam warung-warung chinese yang menjual sarapan. Saya menyempatkan makan Mie Babi disitu. Rasanya enak dan murahhh. Happy !
Siang hari saya rencana untuk keluar tapi sepertinya tidak terlalu banyak yang bisa dilihat. Tadi pagi hampir semua spot sudah saya kunjungi. Saya bermalas-malasan saja di kamar. Menunggu sore hari untuk menghadiri misa Sabtu Suci atau malam paskah. Saya memutuskan untuk mengikuti misa di gereja katolik yang lain. Sebenarnya ada gereja katolik yang bagus, tapi ternyata lagi renovasi, jadi misanya dipindahkan ke kapel sekolah. Sepanjang misa ternyata hujan turun sangat deras. Untungnya setelah misa selesai, hujan sudah berhenti.
Dari Kapel saya menuju kota tua lagi untuk mencari makan. Saya memutuskan untuk makan mie sapi. Porsinya sangat besar. Letaknya ada di sekitar night market. Oh iya, night marketnya mirip dengan yang ada di Taiwan. Ketika malam hari, jalan raya disulap sebagai pasar malam. Saya juga membeli Mango Sticky rice. hahaha. agak tidak nyambung. Setelah itu saya kembali ke hotel.
Hari minggu pagi saya memutuskan untuk lari pagi lagi. Tapi rute kali ini menuju bukit yang isinya kuburan China. Saya mencoba naik ke puncak, ternyata tidak terlalu bagus, dan terkesan horror karena kuburan dimana-mana. Saya kembali turun dan mengambil rute mengelilingi bukit. Sayangnya tidak ada trotoar jadi saya harus berlari dengan hati-hati di pinggir jalanan. Di tengah perjalanan saya melihat ada gerombolan anjing. Saya berhenti dan menimbang-nimbang apakah saya lanjut lari melewati gerombolan anjing itu atau tidak. Daripada membuat scene dikejar anjing, saya memutuskan untuk berhenti. Tapi karena sudah malas untuk lari melewati rute yang sama, saya memutuskan memesan grab. Hahahaha..
Saya pun kembali ke hotel dan mempersiapkan diri untuk kembali ke Dumai.